top of page
Search
Writer's pictureELITE Literary Club

Bedah Karya #3

Updated: Apr 17, 2021

Laporan Ulasan dan Analisis Bedah Karya

Elite Literary Club

16 Juli 2020 via WhatsApp Voice Call

  1. Judul Karya

· The White Cloud over the Hill

· The Two Travellers

  1. Penulis

Doppo Kunikida

  1. Latar Belakang Penulis

Doppo Kunikida (1871 - 1908) adalah penulis novel dan puisi romantic Jepang pada era Meiji. Ia merupakan salah satu perintis naturalisme dalam sastra Jepang. Karya-kayanya seringkali dipengaruhi kondisi dan latar alam dikarenakan latar belakangnya sebagai seorang anak pedesaan di Prefektur Chiba. Kunikida merupakan seorang alumni Tokyo Senmon Gakkou (sekarang Waseda University) jurusan bahasa Inggris. Mungkin dari situlah Kunikida mengenal nama William Wordsworth yang kemudian juga memengaruhi berbagai puisinya dalam segi kebahasaan.

Selain naturalisme, Kunikida juga membuat karya-karya beraliran romantisisme yang dipengaruhi oleh riwayat asmaranya dengan mantan istrinya, Nobuko Sasaki, yang tidak berjalan dengan baik dan berakhir dengan peceraian. Namun, Kunikida masih cenderung condong pada aliran naturalisme daripada romantisisme. Kunikida meninggal pada usia 36 tahun karena tertular tuberkulosis.

  1. Analisis Karya

4.a. Latar Belakang Karya

Doppo Kunikida dikenal karena karya-karyanya yang seringkali berupa sajak. Kedua karya ini juga menyerupai sajak dalam bentuk prosa dengan panjang tidak lebih dari tiga paragraf pendek. The White Cloud over the Hill dan The Two Travellers adalah dua dari empat prosa sajak yang tergabung dalam antologi Shisou (Poetic Images) milik Kunikida yang dirilis pertama kali pada April 1898 dalam majalah Katei Zasshi. Prosa-prosa yang tergabung dalam antologi tersebut mengangkat tema cerita-cerita pendek yang banyak mengandung deskripsi-deskripsi tentang alam. Hal ini menunjukkan lekatnya aliran naturalisme dengan karya-karya Kunikida.

4.b. Unsur Intrinsik

a. The White Cloud over the Hill

1. Tema

Prosa ini mengangkat tema transisi kehidupan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.

2. Penokohan

Hanya terdapat satu tokoh protagonis dalam prosa ini, yaitu the boy atau si anak laki-laki. Ia merupakan seorang anak yang polos dan suka bermimpi, seperti karakter seorang anak kecil pada umumnya. Hal ini ditunjukkan pada kutipan:

“He dreamed that the cloud had borne him up.”

3. Latar

o Tempat: bukit (top of a hill), di bawah pohon pinus (shade of pine), langit biru (blue of the sky).

o Waktu: suatu hari di musim semi (one autumn day)

4. Alur

Prosa ini menggunakan alur maju, yang dimulai dengan kejadian ketika si anak laki-laki merebahkan dirinya di bawah bayangan pohon pinus di atas sebuah bukit sembari menatap awan. Anak laki-laki itu tertidur dan bermimpi sangat indah, di mana awan yang dilihatnya itu membawanya terbang. Ketika terbangun, senja hampir tiba bersama angin sore yang semilir. Karena suasana yang menenangkan tersebut, anak laki-laki itu kembali tertidur dan bermimpi.

Ketika si anak laki-laki mulai tumbuh menjadi seorang pria dewasa, ia mulai melupakan tentang awan tersebut. Namun ketika masalah berdatangan mengganggu kehidupannya, ia kembali mengingat saat-saat musim semi itu bersama dengan awan putih di atas bukit; lalu ia menangis.

5. Amanat

Tidak seharusnya seseorang terlalu terlena dengan mimpinya yang setinggi langit hingga lupa untuk turun kembali, sebab ada realita yang harus dihadapi.

b. The Two Travellers

1. Tema

Prosa ini mengangkat tema mengenai kebaikan yang tak terbalas.

2. Penokohan

Terdapat dua tokoh utama dalam prosa ini, yaitu:

o The first traveller/penjelajah pertama, merupakan seorang penjelajah yang sedang mendaki sebuah gunung sendirian yang kemudian ditolong oleh penjelajah kedua ketika ia mengalami insiden. Penjelajah pertama adalah seseorang yang tahu sopan santun, ditandai dengan dirinya yang merasa berterima kasih pada penjelajah kedua. Ia suka membuat janji. Hal ini dibuktikan di bagian di mana ia mengatakan bahwa kebaikan sang penjelajah kedua akan diceritakannya pada semua orang, ditulis pada berbagai prosa, puisi, dan sebagainya; namun pada akhirnya, janji itu tidak berhasil ditepatinya karena keduanya menghilang setelah terjerembab di ngarai gunung itu tanpa ada yang mengetahui nasibnya.

o The second traveller/penjelajah kedua, merupakan seseorang yang tulus, berempati, dan penolong. Ditunjukkan ketika ia digambarkan dalam bagian:

“…a second traveller came along the same path and was much disturbed to see the plight of the other man.”

“He raised him up and gave him something to revive him.”

3. Latar

o Tempat: jalan setapak di tengah gunung yang diselimuti salju tebal (a little-used pathway in the heart of the mountains where the snow lay thick on the ground), ngarai/jurang (ravine).

o Waktu: sepuluh ribu tahun kemudian (ten thousand years might pass)

4. Alur

Alur yang digunakan pada prosa kedua ini juga merupakan alur maju yang berhubungan dengan suatu waktu di masa depan. Dimulai dengan penjelajah pertama yang sedang berjalan di jalan setapak berbahaya di tengah gunung yang diselimuti salju tebal. Ia kemudian tidak mampu menahan dingin dan ambruk. Untung saja saat itu penjelajah kedua sedang melalui jalan yang sama. Ia menolong penjelajah pertama dan memberi sesuatu untuk memulihkannya. Penjelajah pertama merasa sangat berterimakasih pada penjelajah kedua hingga berjanji untuk tidak akan pernah melupakan kebaikannya, bahkan mengabadikannya dalam suatu karya untuk mengenang kebaikannya. Penjelajah kedua hanya tersenyum. Tetapi, belum sempat sang penjelajah pertama memenuhi janjinya itu, salah satu dari mereka tersandung, yang lainnya menahan tangan rekannya; hingga pada akhirnya, keduanya terjerembab ke dalam jurang yang seolah tanpa akhir dan menghilang. Setelah ribuan tahun, tidak ada yang mengetahui nasib dan keberadaan mereka, pun tidak ada yang mengetahui kebaikan sang penjelajah kedua.

5. Amanat

Kehidupan itu penuh dengan ketidakpastian dan kefanaan, maka lakukan apa yang ingin kau lakukan dan berhati-hatilah dalam berjanji, sebelum kehidupanmu direnggut tanpa sempat memenuhi tujuan-tujuanmu.

4.c. Unsur Ekstrinsik

a. The White Cloud over the Hill

o Unsur psikologis, yang menunjukkan perbedaan pola pikir dan psikologis seorang anak di masa kecil dengan masa dewasa.

o Unsur sosial dan budaya, yang menunjukkan ciri khas kebudayaan sastra Jepang yang menampakkan hubungan erat dengan keadaan alam negara matahari terbit tersebut.

b. The Two Travellers

o Unsur sosial, yang ditunjukkan dengan interaksi kedua penjelajah, di mana penjelajah kedua menolong penjelajah pertama, dan pada akhirnya keduanya pun menghilang bersama.

o Unsur keagamaan, yang menunjukkan penerapan salah satu keyakinan umat agama Buddha mengenai ketidakpastian kehidupan manusia.

4.d. Pembedahan

a. The White Cloud over the Hill

Salah satu pendapat menyatakan bahwa prosa ini mengandung representasi atas kehidupan anak-anak yang penuh mimpi. Ditunjukkan dengan bagian di mana sang anak laki-laki tertidur dan dua kali bermimpi dibawa terbang oleh awan putih hingga melupakan bumi di bawahnya.

“he dreamed that the cloud had borne him up and away into the limitless blue of the sky. Never had he known such peace. Such was his joy that before he knew it, he had forgotten all about the earth beneath him.”

“Such was the tranquillity that he fell asleep once more, entering again into his dream.”

Dari pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa “cloud” atau ”awan” merupakan simbolisme dari mimpi, ekspektasi, dan harapan. Sementara di paragraf terakhir yang menceritakan kehidupan si anak laki-laki setelah beranjak dewasa, di mana segala ekspektasinya mulai sirna dan terlupakan. Hal ini menunjukkan kehidupan nyata dengan realita—yang seringkali menyakitkan—yang harus dihadapinya seiring ia bertumbuh. Di saat itulah terkadang ia teringat akan mimpi-mimpi dan kehidupan masa kecilnya, dan dengan ingatan tersebut, muncullah air mata.

“And with that memory came tears.”

Tetapi, tidak diketahui secara pasti apa penyebab ia menangis ketika mengingat kenangan tersebut. Entah air mata itu merupakan air mata penyesalan, ataukah air mata itu hanya tangisan kesedihan biasa yang diekspresikan seseorang ketika merindukan suatu masa di masa lalu; tidak ada yang tahu. Kemungkinan beberapa argument lain bisa saja menyatakan pendapat yang berbeda lagi perihal “air mata” itu.

b. The Two Travellers

Secara keseluruhan, prosa ini mewakili simbol kefanaan kehidupan manusia. Ditunjukkan oleh insiden terakhir yang menyebabkan kedua penjelajah menghilang setelah terjatuh di jurang yang sangat dalam. Padahal sebelumnya, penjelajah pertama terlihat sangat optimis bahwa dirinya akan pulang ke rumah dan sempat menjanjikan berbagai macam hal untuk mengabadikan dan mengumumkan kebaikan sang penjelajah kedua pada semua orang ketika ia pulang. Tetapi akhirnya, penjelajah pertama tidak sempat memenuhi janjinya karena insiden tak terduga tersebut. Hingga ribuan tahun pun tidak ada yang mengetahui kebaikan penjelajah kedua. Hal ini mengingatkan kami akan filosofi Buddha yang menyatakan, “Life is uncertain, death is certain”, “Nothing is fixed or permanent, change is always possible”, serta “Life is both endless and subject to impermanence, suffering, and uncertainity”.

Pendapat lain mengatakan bahwa penjelajah pertama dan kedua merupakan orang yang sama. Penjelajah kedua yang menyelamatkan penjelajah pertama adalah representasi jiwa manusia yang menyelamatkan dirinya sendiri, sehingga ketika salah satunya mati pun yang lainnya akan ikut mati.

  1. Kritik

5.a. Kelebihan dan Kekurangan

Kunikida menggunakan gaya bahasa yang sangat lembut dan indah yang mampu menyampaikan pesan-pesan dalam prosa yang menohok secara halus. Penggambaran suasana dan kejadian dalam prosa pun dideskripsikan dengan mendetail sehingga membuat pembaca seolah masuk dan merasakan suasana yang dirasakan para tokoh. Cerita ini sarat akan alegori dan bahasa yang sangat puitis, membuatnya seakan susah dimengerti jika dibaca dengan pemahaman yang terlalu dangkal, namun kisah yang diangkatnya cukup ringan karena relatable dengan kehidupan manusia.

5.b. Kesimpulan

Kehebatan Kunikida dalam menulis prosa puitis memang tidak dapat diragukan lagi. Gaya kepenulisannya yang menonjolkan penggambaran alam sangat identik dengan ciri khas kepenulisan sastra Jepang sendiri. Meskipun terkesan susah dimengerti karena simbolisme yang mendukung gaya bahasanya, pesan-pesan yang dimuat akan tersampaikan dengan baik pada pembaca.


14 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page